A. Penjernihan Istilah
Didalam dunia bisnis ,
etika merosot taerus, Etika dan Moral perlu ditegaskan kembail. Ditelevisi
akhir-akhir ini banyak iklan yang kurang etis dan sebagaimananya. Pada mas Orde
Baru sering kita dengar tentang “moral Pancasila” dan “etika Pembangunan”.
Tetapi sekarang juga dalam pidato para pejabat pemerintah dan politisi lain
kata “etika” dan “moral” sering digunakan. Kata-kata ini seperti ini mewarnai
kehidupan kita sehari-hari. Dan dapat ditambah lagi, kata-kata ini tidak
berfungsi dalam suasana iseng dan remeh, tapi sebaliknya dalam suatu konteks
yang serius dan kadang-kadang malah amat prinsipiel.
Didalam buku ini
membehas tentang etika dan dalam hal ini “etika” dimengerti sebagai filsafat
moral. Tetapi kata “etika” tidak selau dipakai dalam arti itu saja. Karena itu
ada baiknya kita mulai dengan mempelajari terlebih dahulu cara-cara kata itu
dipakai, bersama dengan beberapa istilah lain yang dekat dengannya.
1.
Etika dan Moral
Istilah “etika” berasal
dari bahasa Yunani Kuno. Kata yunani ethos
dalam bentuk tunggal mempunyai arti tempat tinggal yang biasa, padang
rumput, kandang, habitat, kebiasaan, adat, akhlak, watak, perasan, sikap, cara
berpikir. Dalam bentuk jamak (ta etha) artinya adalah adat kebiasaan.
Terbentunya kata “etika” oleh filsuf Yunani besar Aristoteles (384-322 SM)
sudah dipakai untuk menunjukkan filsafat moral.
Jadi “etika” berarti
ilmu tentang apa yang biasa dilakukan atau ilmu tentang adat kebiasaan. Dalam
istilah modern dapat dikatakan juga bahwa etika membahas “konversi-konversi
sosial” yang ditemukan dalam masyarakat.
Didalam Kamus Umum
Besar Bahas Indonesianyang lama
(Poerwadarminta, 1953) “etika” dijelaskan sebagai ilmu pengetahuan
tentang asas-asas akhlak (moral). Sedangkan dalam Kamus Besar Indonesia yang
baru (KBB EDISI KE-1,1988), Disini “etika” dijelaskan dengan membedakan tiga
arti: (1) tentang apa yang baik dan apa yang buruk dan tentang hak dan kewajiban
(akhlak). (2) kumpilan asas atau nilai
yang berkenaan dengan akhlak, (3) mengenai benar atau salah yang dianut suatu
golongan atau masyarakat.
Sejak EDISI KE-2 (1991) KBBI memberikan dua entri yang berbeda
: “etik” (dalam edisi 1988 belum ada)
dan “etika”. “etik” meliputi arti ke-2 dan ke-3 dari “etika” dalam edisi
1988, sedangkan “etika” dikhususkan untuk ilmunya. Dengan demikian “etika”
demengerti sebagai yang mempelajari “etik”.
Dalam arti ke-3 dalam
KBBI edisi 1988 lebih mendasar dari arti pertama, sehingga terdapat tiga
arti yaitu: Pertama, kata “etika” bisa dipakai dalam arti: nilai-nilai dan
norma-norma moral yang menjadi pegangan bagi seseorang atau suatu kelompok
dalam mengatur tingkah lakunya. Secara singkat arti sistem nilai”. Sistem nilai
itu bisa berfungsi dalam hidup manusia perorangan maupun taraf sosial. Kedua, “etika” berarti juga : kumpulan
asas atau nilai moral, maksudnya adalah kode etik. Ketiga, “etika” berarti :
ilmu tentang yang baik atau yang buruk.
Etika
baru menjadi ilmu
keyakinan-keyakinan etis (asas-asas dan nilai-nilai tentang yang dianggap baik
atau buruk yang begitu saja diterima dalam suatu masyarakat-sering kali tanpa
dari-menjadi bahan refleksi kritis bagi suatu penelitian sistematis dan
metodis. Etika sebagai ilmu dapat membantu untuk menyusun kode etik.
Kata “moral”
etimologinya sama dengan “etika”, sekalipun bahasa asalnya berbeda. Dalam kata
“moral” perlu diperhatikan bahwa kata ini bisa dipakai sebagai nomina (kata
benda) atau sebagai adjektiva (kata
sifat).jika dipakai sebagai kata benda moral artinya sama dengan kata etika yaitu nilai-nilai dan
norma-norma yang menjadi pasangan bagi
seseorang atau suatu kelompok dalam mengatur tingkah lakunya.
“Moralitas” (dari kata
sifat Latin moralis) mempunyai arti yang pada dasar sama dengan
“moral”, hanya ada nada lebih
abstrak. Tentang “moralitas suatu perbuatan” artinya segi moral suatu perbuatan
atau baik buruknya. Moralitas adalah
sifat moral atau keseluruhan asas dan nilai yang berkenaan dengan baik dan
buruk.
2.
Amoral dan
Immoral
Istilah amoral dan
immoral harus dibedakan bertolak dari istilah-istilah inggris. Oleh Consices
Oxford Dictionary amoral diterangkan sebagai “ Uncorcerned With, Out Of The
Sphere Of Moral Non Moral”. Kata inggris
amoral berarti : tidak berhubungan dengan konteks moral . dalam kamus yang sama
immoral dijelaskan sebagai “Opposed To Morality ; Morally Evil.” Jadi kata
inggris immoral berarti : bertentangan dengan moralitas yang baik.
Dalam kamus umum bahasa
indonesia yang lama terdapat amoral ataupun immoral seterusnya dalam kamus
Bahasa Indonesia yang baru tidak dimuat immoral tetapi terdapat kata amoral
yang dijelaskan sebagai tidak bermoral
atau tidak berakhlak. Sebagai mana dipakai dalam bahasa inggris amoral dan
immoral berasal dari bahasa latin. Kata amoral diartikan sebagai netral dari
sudut moral atau tidak mempunyai relevansi etis.
3.
Etika Dan Etiket
Etika berarti moral dan
etiket yang berarti sopan santun. Jika kita melihat asal usulnya sebetulnya
tisak ada hubungan antara dua istilah ini, hal itu akan menjadi lebih jelas
jika kita membandingkannya dalam bahasa inggris yaitu : “Ethics dan Etiquette”.
Persamaan atara kedua
istilah itu pertama : etika dan etiket menyangkut perilaku manusia, istilah ini
hanya kita pakai mengenai manusia. Yang kedua baik etika maupun etiket mengatur
perilaku manusia secara normatif artinya memberi norma bagi perilaku manusia
dan demikian menyatakan apa yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan .
Perbedaan antara etika
dan etiket :
·
Etiket
menyangkut cara suatu perbuatan yang harus dilakukan manusia. Dan etiket
menunjukkan cara yang tepat yang diharapkan serta ditentukan dalam suatu
kalangan tertentu.
·
Etiket hanya
berlaku dalam pergaulan bila tidak ada orang lain maka etiket tidak berlaku.
·
Etika bersifat
relatif yang dianggap tidak sopan dalam suatu kebudayaan bisa saja dianggap
sopan dalam kebudayaan lain
B.
Etika Sebagai Cabang
Filsafat
1.
Moralitas : ciri
kas manusia
Baik dan buruk dalam
arti etis dimaksudkan dalam memainkan peranan dalam hidup setiap manusia.
Ilmu-ilmu seperti antropologi budaya dan sejarah memeberitahukan kita bahwa
pada semua bangsa dan dalam segala zaman ditemukan keinsafan tentang baik dan
buruk, tentang yang harus dilakukan dan tidak boleh dilakukan. Akan tetapi,
segera perlu ditambahkan, tidak semua bangsa dan tidak semua zaman mempunyai
penretian yang sama tentang baik dan buruk.
Tapi bukan saja moralitas
merupakan suatu dimensi nyata dalam hidup semua manusia, baik pada tahap
perorangna maupun pada tahap sosial, kita harus mengatakan juga moralitas hanya
terdapat pada manusia dan tidak terdapat pada mahluk yang lain. Karena itu
dalam filsafat dimasa lampau seringkali diusahakan untuk menentukan kekhususan
manusia dengan membandingkannya dengan binatang.
Pada tahap binatang
keharusan hanya terdapat dalam bentuk keharusan alamia. Tapi keharusan itu
bukan keharusan yang datang dari dalam. Keharusan itu dipaksakan dari luar.
Morealitas dalam arti yang sebenarnya tidak memegang peranan dalam hidup seekor
binatang.
2.
Etika : Ilmu
Tentang Moralitas
Etika adalah ilmu yang
memebahas tentang moralitas atau tentang manusia sejauh berkaitan dengan
moralitas.
a.
Etika Deskriptif
Etika deskriptif
merupakan cara melukiskan tingkah laku dalam arti luas. Etika deskriptif
mempelajari moralitas yang terdapat pada individu-individu tertentu, dalam
kebudayaan atau sub kultur tertentu dan dalam suatu periode sejarah. Karena
etika deskriptif hanya melukiskan ia tidak memeberikan penilaiaan.
b.
Etika Normatif
Etika normatif merupakan bagian terpenting dari etika dan
bidang dimana berlangsungya diskusi-diskusi paling menarik tentang masalah
moral. Etika normatif baertujuan untuk
merumuskan prinsip-prinsip etis yang dapat dipertanggungjawabkan dengan cara
rasasional dan dapat digunakan dalam praktek. Etika normatif dapat dibagi
menjadi dua yaitu:
v Etika Umum : berisikan tentang tema-tema umum
seperti apa itu norma etis. Jika banyak ada norma etis bagaimana hubungannya
satu sma lain. Tema-tema sepeti itulah yang menjadi objek penelitian etika
umum.
v Etika Khusus : etika khusus berusaha menerapkan
prinsip-prinsip etis yang umum atas wilayah prilaku manusia yang khusus.
c.
Metaetika
Metaetika mempunyai
arti yaitu “melebihi”, “melampaui”. Metaetika mempelajari logika khusus dari
ucapan-ucapan etis. Metaetika mengarahkan perhatiannya kepada api khusus dari
bahasa etika itu. Metaetika ini termasuk filsafat analitis, suatu aliran
penting dalam filsafat abad ke-20. Filsafat analitis mengaggap analisis bahasa
sebagai tugas terpenting bagi filsafat atau bahkan sebagai satu-satunya
tugasnya.
Dari sudut lain etika
dapat dibagi dalam pendekatan normatif dan pendekatan non normatif. Dalam
pendekatan ini sipeneliti mengambil suatu posisi moral hal itu terjadi dalam
etika normatif. Dalam pendekatan non normatif sipeneliti tinggal netral
terhadap setiap posisi moral hal itu terjadi dalam etika deskriptif dam
metaetika.
3.
Hakikat Etika
Filosofis
Etika termasuk filsafat
dan dikenal sebagai suatu cabang filsafat paling tua. Dalam konteks filsafat
yunani kuno etika sudah terbentuk dengan kematangan yang mengagumkan. Etika
adalah ilmu tapi sebagai filsafat ia tidak merupakan suatu ilmu empiris. Ilmu
empiris artinya ilmu berdasarkan pada fakta dan dalam pembicaraannya tidak
pernah meninggalkan fakta. Ilmu-ilmu itu bersifat empiris karena seluruhnya
berangsur dalam ranah empiris.
Ilmu empiris berasal
dari observasi terhadap fakta-fakta dan hukum-hukum ilmiah maka kebenaran
hukum-hukum itu harus diuju lagi dengan berbalik kepada fakta-fakta. Etika
termasuk filsafat, tapi diantara cabang-cabang filsafat yang lain ia mempunyai
kedudukan tersendiri. Etika juga menyelidiki suatu bidang tertentu, sama halnya
seperti cabang-cabang filsafat yang disebut tadi.
Dalam kalangan kaum
awang filsafat tidak mempunyai nama yang harum tidak jarang dia dituduh
mengawang-awang saja karena membahas tentang hal-hal yang abstrak tentang
kehidupan sehari-hari.
C.
Peranan Etika
Dalam Dunia Modren
Dalam masyarakat
homogen dan agak tertutup masyarakat tradisional katakanlah nilai-nilai
norma-norma itu praktis tidak pernah
dipersoalkan. Tapi nilai-nilai dan norma-norma
etis umumnya yang dalam masyarakat tradisional umumnya tinggal imprisit
setiap saat bisa menjadi ekprisip.
Jika kita memendang
situasi etis dalam dunia modren ada 3 yang utama yaitu pertama kita menyaksikan
adanya pluralisme moral. Dala masyarakat yang berbeda sering terlihat nilai dan
norma berbeda pula. Bahkan masyarakat yang sama bisa ditandai oleh pluralisme
moral. Kedua sekarang timbul banyak masalah etis yang baru yang dulu tidak
terduga. Ketiga dalam dunia modren tampak semakin jelas suatu kepedulian etis
yang universal.
Globalisasi tidak hanya
merupakan gejala dibidang ekonomi tapi juga dibidang moral. Kita menyaksikan
adanya gerakan-gerakan perjuangan moral yang aktif pada taraf
internasional. Bias dalam bentuk kerja
antara lembaga-lembaga swadaya masyarakat, bisa juga dalam bentuk kerja antara
DPR dari beberapa negara atau serikat-serikat buruh.
Didalam kepedulian etis
yang universal itu bertentangan dengan pluralisme moral. Tapi untuk sebagian
lain pluralisme moral dan kepedulian
etis itu tidak bertentangan karena menyangka dua ranah yang berbeda.
Situasi moral dalam
dunia modern itu mengajak kita untuk mendalami study etika. Rupanya study etika
ini merupakan salah satu cara yang memberikan prospek untuk mengatasi kesulitan
moral yang kita hadapi sekarang.menempuh cara hidup yang etis berarti mempertanggung
jawabkan perilku kita berdasarkan alasan – alasan, artinya berdasarkan rasio.
D.
Moral, Agama,
dan Etika Fiilosofis
Tidak bsa disangkal,
agama mempunyai hubungan erat dengan moral. Dalam praktek hidup sehari – hari,
motivasi kita yang terpenting dan terkuat bagi perilaku moral adalah agama.
Bila agama berbicara tentang
topik – topik etis, pada umumnya di sampaikan dengan cara seorang Da’i/Ustadz
berkhutbah, artinya, ia berusaha memberi motivasi serta inspirasi supaya
umatnya mematuhi norma – norma dan nilai – nilai yang diterimanya berdasarkan
iman. Bila filsafat berbicara tentang topik – topik etis, ia berargumen,
artinya, ia berusaha memperlihatkan bahwa suatu perbuatan tertentu harus
dianggap baik atau buruk, hanya dengan menunjukkan alasan – alasan rasional.
Demikian juga ada perbedaan tentang permasalahan moral. Dalam konteks agama,
kesalahan moral adalah dosa, artinya, orang beragama merasa bersalah di hadapan
Tuhan, karena melanggar perintahNya. Dari sudut filsafat, kesalahan moral
adalah pelanggaran prinsip etis yang seharunya di patuhi. Oleh karena itu,
disini kesalahan moral pada dasarnya adalah buah inkonsekuensi rasional.
Perlu di akui,
moralitas bukan merupakan monopoli orang bai maupun buruk tidak mempunyai arti
untuk orang beragama saja. Adalah kenyataan pada dewasa ini tidak sedikit orang
yang menganut suatu etika humanisti dan skular. Pada kenyataannya pluralisme
modern yang menandai zaman kita sebagian disebabkan karena adanya etika
humanistis dan skular yang tidak lagi mengikutsertakan acuan keagamaan. Ada
pluralisme pandangan etis bukan saja karena adanya berbagai agama dengan
suasana moral yang berbeda meskipun agak kecil dan tidak begitu sulit untuk
diatasi, melainkan juga dan terutama karena adanya tembok pemisah antara
pandangan etis orang beragama dan orang skular. Jika kita ingin mencapai
kesepakatan di bidang etis, kita hanya bisa berpedoman pada rasio, sebab sarana
lain kita tidak punya. Dengan itu kita menempuh jalan yang sulit, tapi tidak
mustahil.
E.
Moral dan Hukum
Sebagaimana terdapat
hubungan erat antara moral dan agama, demikian juga antara moral dan hukum.
Kita mulai saja dengan memandang hubungan ini dari segi hukum : hukum
membutuhkan moral. Untuk itu ada dua alasan. Pertama, dalam kekaisaran Roma
sudah terdapat pepatah Qued leges sine
moribus? “apa artinya undang – undang kalau tidak disertai moralitas? Hukum
tidak berarti banyak, kalau tidak di jiwai oleh moralitas. Tanpa moralitas akan
kosong. Kualitas hukum sebagian besar di tentukan oleh mutu moralnya. Oleh
karena itu hukum selalu harus diukur dengan norma moral.
Alasan kedua menyangkut
pelaksanaan hukum. Seluruh sistem hukum utama ditopang oleh tiga pilar penting,
yaitu : kepolisian, kejaksaan, dan para hakim. Dalam hal ini yang paling hakiki
adalah peranan hakim, karena mereka mengambil keputusan terakhir sehingga masih
sempat mengoreksi ketidakberesan yang terjadi selama proses hukum sebelumnya.
Di sisi lain, moral
juga membutuhkan hukum. Moral akan mengawai saja, kalau tidak diungkapkan dan
dilembagakan dalam masyarakat. Seperti jangan mencuri, jangan menipu, tidak
saja merupakan larangan moral, tapi perbuatan – perbuatan dilarang juga menurut
hukum.
Walaupun ada hubungan
erat antara moral dan hukum, perlu di pertahankan juga bahwa moral dan hukum
tidak sama. Sedikitnya empat perbedaan bisa dikemukakan. Perbedaan pertama
ialah hukum lebih dikodofikasi dari pada
moralitas, artinya, dituliskan dan secara kurang lebih sistematis disusun dalam
kitab undang – undang (Latin:codex; Inggris
: code).
Baik hukum maupun moral
mengatur tingkah laku manusia, namun membatasi diri pada tingkah laku lahiriah
saja, sedangkan moral menyangkut juga sikap batin seseorang. Itulah perbedaan
antara legalitas dan moralitas.
Perbedaan lain lagi
adalah bahwa sanksi yang berkaitan dengan hukum berlainan dari sanksi yang
berkaitan dengan moralitas. Hukum untuk sebagian besar dapat di paksakan. Tapi
norma – norma etis tidak dapat dipaksakan. Sebab paksaan hanya dapat menyentuh
bagian luar sedangkan perbuatan – perbuatan etis justru berasal dari dalam.
Perbedaan mengenai
sanksi itu berkaitan dengan suatu perbedaan lain lagi. Hukum didasarkan atas
kehendak masyarakat dan akhirny atas kehandak negara. Juga kalau hukum tidak
secara langsung berasal dari negara, seperti halnya dengan hukum adat, maka
hukum itu harus dia akui oleh negara supaya berlaku sebagai hukum. Sedangkan
moralitas didasarkan pada norma – norma moral yang melebihi para individu dan
masyarakat. Dengan cara Demokrasi ataupun dengan cara lain masyarakat dapat
mengubah hukum, tpi tidak pernah masyarakat dapat mengubah atau membatalkan
suatu norma moral.
Sumber : Buku Eika Karangan K. Bertens
0 comments:
Post a Comment